Connect with us

Bahagianya Pengungsi Al Abrar Alauddin Dikunjungi Danny Pomanto

Published

on

Kitasulsel—Makassar—Kunjungan Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto disambut riuh dan bahagia oleh ratusan pengungsi yang berada di Masjid Al Abrar, Alauddin, Selasa (14/02/2023).

Kunjungan Danny Pomanto di lokasi ke dua pengungsian ini untuk mengecek kondisi terkini dari para pengungsi.

Ia bersama pihak PT Indomarco Prismatama membawa bantuan berupa sembako yang terdiri dari Minyak, Sabun, Beras, Tepung Terigu, Telur, Kopi, Teh dan Gula. Dengan total bantuan Rp 64 Juta.

Danny mengatakan lokasi pengungsian Al Abrar ini merupakan salah satu lokasi ungsian yang padat pengungsi.

“Alhamdulillah syukur kita di Kota Makassar ini hujan hanya turun 10 jam dan langsung surut. Pengungsi beberapa sudah pulang. Tinggal ada dua titik lokasi pengungsi yang besar yakni di Pate’ne, dan di masjid Al Abrar Kelurahan Pabaeng-Baeng,” ucapnya.

Karenanya, saat ini Danny berfokus pada lokasi yang terletak di muara-muara air sungai perbatasan kota. Namun, ia meminta agar warga tetap waspada dan jangan lengah karena peringatan radar cuaca dari BMKG hujan lebat akan turun dini hari hingga pagi hari.

Tak hanya dari kebutuhan pokok seperti sembako dan makanan siap saji. Danny juga menyediakan layanan kesehatan yang langsung ditangani oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Katanya, para dokter dan perawat turun secara massif mengobati korban banjir yang kondisi kesehatannya menurun.

“Kita ada dokter spesialis ikut turun juga menangani korban-korban. Ketersediaan obat juga kita penuhi. Untuk penanganan di pesisir kita juga standby. Kita dapat kabar di pulau-pulau masih relatif aman,” sebutnya.

Danny menjelaskan cuaca buruk yang diprediksi hingga 16 Februari 2023 mendatang ini berbeda dengan hujan lebat yang sebelumnya.

Sementara, Lurah Pabaeng-Baeng, Yudi Handoyo mengungkapkan dampak dari hujan lebat mengakibatkan 286 rumah dengan total 250 KK dan 560 jiwa.

Dengan rincian laki-laki 340 jiwa, Perempuan 220 jiwa. Lansia 92 jiwa dan balita 10 jiwa. Sementara, anak kecil 40 jiwa, dewasa 340 jiwa dan Ibu hamil sebanyak 8 jiwa.

“Statusnya sudah aman terkendali. Kita harap hujan tidak lebat lagi, agar air sudah bisa surut sepenuhnya,” harap Yudi.

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Nilai Kehormatan Jadi Alasan Merantau, Menag RI Ungkap 4 Filosofi Siri’ Bugis-Makassar

Published

on

Kitasulsel—MAKASSAR — Nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat Bugis-Makassar terbukti menjadi pendorong utama lahirnya semangat merantau. Hal ini disampaikan langsung oleh Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. KH. Nasaruddin Umar, dalam Musyawarah Besar (Mubes) XII Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) yang digelar di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar, Kamis (10/4/2025).

Dalam forum yang dihadiri ratusan tokoh dan perantau asal Sulawesi Selatan itu, Prof. Nasaruddin mengurai secara mendalam empat alasan filosofis yang menjadi latar belakang migrasi masyarakat Bugis-Makassar. Semua alasan tersebut bermuara pada satu nilai utama: siri’—harga diri.

“Perantauan orang Bugis-Makassar bukan semata-mata karena faktor ekonomi atau petualangan, tetapi lebih dalam dari itu—karena kehormatan dan tanggung jawab sosial,” ungkapnya.

Ia menjelaskan empat bentuk siri’ yang mendorong seseorang untuk merantau. Pertama, Siri’ Masiri, yakni keinginan menjaga atau meningkatkan martabat pribadi maupun keluarga. Menurutnya, ini adalah bentuk migrasi yang paling mulia.

Kedua, Siri’ Ripakasiri, terjadi saat seseorang merasa martabatnya direndahkan atau keluarganya dilecehkan. Dalam kondisi ini, merantau menjadi pilihan untuk menyelamatkan harga diri.

Ketiga, Pura Siri’, menggambarkan kehilangan legitimasi sosial karena melanggar kepercayaan masyarakat. Prof. Nasaruddin mengisahkan contoh legendaris Raja Soppeng yang memilih mundur karena kehilangan siri’ setelah tidak jujur dalam menemukan harta di sawah, yang kemudian berdampak pada gagal panen dua tahun berturut-turut.

Terakhir, Mate Siri’ atau Massipa Asu, merupakan titik terendah dalam martabat Bugis-Makassar, di mana seseorang dianggap tidak memiliki kehormatan lagi.

Namun demikian, Prof. Nasaruddin menekankan pentingnya penyaringan nilai-nilai budaya. Tidak semua bentuk siri’ harus dijunjung. Ia mengingatkan agar masyarakat hanya mempertahankan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam dan kemanusiaan.

“Siri-siri yang kontradiktif dengan ajaran Islam jangan dipertahankan. Tetapi siri’ yang mendukung nasionalisme atau mengangkat martabat kita, itu yang perlu dipertahankan,” tegasnya.

Pemaparan Prof. Nasaruddin menjadi salah satu momen reflektif yang paling dalam dalam Mubes KKSS tahun ini. Ia mengajak masyarakat Bugis-Makassar untuk menggali dan memahami akar budayanya dengan bijak, lalu mewariskannya dalam semangat yang lebih Islami, nasionalis, dan progresif. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel