LIPUTAN HAJI 2025
Jejak Suci dari Sidrap: Perjalanan Ruhani Jamaah Haji Khusus An-Nur Maarif

Kitasulsel—SIDRAP — Masih pagi buta ketika lantunan doa mulai menggema dari pelataran Masjid Agung Pangkajene, Rabu 28 Mei 2025. Embun masih menggantung di ujung dedaunan, tapi semangat para calon tamu Allah telah membuncah sejak jauh sebelum fajar tiba.
Di antara kerumunan yang mengantar, seorang ibu paruh baya tampak memeluk anak perempuannya yang sudah mengenakan kain ihram berwarna putih. Tak banyak kata di antara mereka, hanya pelukan yang lebih dari cukup untuk mengucapkan selamat tinggal dan mengirimkan sejuta harapan.

“Saya hanya ingin anak saya sampai di sana dengan selamat, sehat, dan bisa menjalankan ibadah dengan khusyuk,” bisik sang ibu, Nurhidayah, sembari mengusap air mata yang perlahan jatuh. “Kami sudah menabung lebih dari 10 tahun untuk ini. Alhamdulillah, akhirnya Allah izinkan.”
Bagi 71 jamaah haji khusus dari PT. An-Nur Maarif ini, perjalanan ke Mekkah bukan sekadar lintasan geografis. Ia adalah lintasan hati, penempuhan spiritual, dan titik kulminasi dari harapan yang mereka semai sejak lama.

“Setiap jamaah membawa cerita,” ujar Fajar Hari Sandy dari PT. An-Nur Maarif. “Ada yang menabung belasan tahun, ada yang menjual tanah warisan, bahkan ada yang baru sembuh dari sakit berat. Tapi semangat mereka tak pernah pudar. Mereka datang dengan harapan yang begitu besar—untuk diampuni, untuk diperbaiki, untuk didekatkan kepada Allah.”
Di sisi lain halaman masjid, seorang kakek duduk bersandar di tongkatnya, menunggu giliran naik ke bus. Namanya Pak H. Ramli, 68 tahun. Ia satu dari jamaah tertua yang ikut dalam rombongan. Matanya sayu, tubuhnya ringkih, tapi wajahnya memancarkan cahaya kebahagiaan.
“Dulu saya pikir tidak akan pernah punya kesempatan haji,” katanya lirih. “Tapi Allah tunjukkan jalan lewat anak saya. Dia yang biayai semua ini. Saya hanya bisa bawa doa dan syukur.”
Pak Ramli sempat terdiam, matanya memandang langit yang mulai terang. “Saya tidak minta banyak… cukup diberi kekuatan untuk wukuf di Arafah, dan bisa mencium Hajar Aswad meski hanya sekali. Itu saja sudah cukup.”
Ketika rombongan mulai menaiki bus, suasana menjadi hening. Tangis mulai terdengar dari barisan keluarga yang berdiri di tepi jalan. Ada pelukan terakhir, ada lambaian tangan yang tak ingin berakhir. Seorang anak kecil menangis memanggil neneknya yang hendak berangkat, dan sang nenek hanya mampu membalas dengan senyum yang penuh arti.
Tak ada yang tahu apakah pertemuan ini akan menjadi perpisahan panjang. Tapi semua percaya, mereka yang berangkat sedang menuju tempat terbaik di muka bumi. Dan mereka yang mengantar, meletakkan segala harapan dalam satu kata: mabrur.
Perjalanan dari Sidrap ke Makassar hanyalah awal. Dari Makassar, mereka akan transit di Singapura, lalu melanjutkan perjalanan panjang menuju Jeddah. Tapi sejatinya, perjalanan ini sudah dimulai jauh sebelumnya—dari dalam hati masing-masing.
Kini, 71 hati telah menempuh langkahnya. Dan setiap langkah itu adalah doa. Doa seorang ibu. Doa seorang anak. Doa seorang diri yang telah memaafkan dunia dan ingin kembali dalam pelukan Tuhannya.
Semoga mereka pulang kelak membawa wajah yang lebih teduh, hati yang lebih lapang, dan jiwa yang dipenuhi berkah dari Baitullah.
LIPUTAN HAJI 2025
Komando Sunyi Menuju Arafah: Dr. Bunyamin dalam Misi Iman dan Tanggung Jawab

Kitasulsel—Makkah—Mentari belum tinggi ketika langkah cepat Dr. Bunyamin mulai menembus lorong-lorong sempit di kawasan Misfalah, Makkah. Udara pagi itu masih membawa sejuk sisa malam, tapi di wajahnya terlihat ketegasan dan kegelisahan. Ia tahu, hari ini bukan hari biasa. Ini adalah hari dimulainya puncak perjalanan spiritual umat Islam — hari di mana jamaah haji dari seluruh dunia mulai bergerak menuju Arafah, untuk wukuf.
Namun, di balik semua kesakralan itu, ada satu janji yang membebaninya sejak pagi: tidak boleh ada satu pun jamaah Indonesia yang tertinggal dari wukuf. Tidak seorang pun.

⸻
Misi Pagi: Mengejar Waktu, Menjaga Martabat

Pukul 06.00 pagi, Dr. Bunyamin—Tenaga Ahli Menteri Agama RI Bidang Haji, Umrah, dan Hubungan Luar Negeri—sudah menyambangi sektor 8, 9, dan 10 di Misfalah. Wajahnya serius, suaranya tajam, namun tetap tenang. Kepada syarikah, penyedia layanan transportasi dan logistik jamaah, ia memberikan instruksi jelas.
“Saya tidak ingin jamaah-jamaah kami dari Indonesia menunggu terlalu lama. Semua sudah kita sepakati. Tidak ada alasan untuk menunda-nunda.”
Perintah itu bukan sekadar tuntutan birokrasi. Itu adalah bentuk tanggung jawab. Sebab di balik setiap kursi bus, ada harapan, ada air mata, ada doa-doa yang dilafalkan bertahun-tahun oleh para jamaah dari kampung-kampung kecil di Nusantara. Mereka yang menjual tanah, menggadaikan sawah, dan menabung seumur hidup, hanya untuk sampai ke titik ini—wukuf di Arafah.
⸻
Bukan Sekadar Transportasi, Tapi Kepercayaan
Setelah menyisir Misfalah, Dr. Bunyamin bergerak ke sektor 4, 5, 6, dan 7. Di sana, masalah lain muncul. Bus datang terlambat, dan ketika bus siap, sebagian jamaah belum. Satu per satu kendala itu ia hadapi. Tidak dengan emosi, tetapi dengan pendekatan manusiawi.
“Ini masalah teknis. Bisa kita atasi. Tapi butuh ketegasan dan komunikasi yang cepat,” ujarnya kepada tim lapangan.
Ada kalanya petugas bingung. Ada yang tampak kelelahan. Tapi kehadiran Dr. Bunyamin seperti suntikan semangat. Ia tidak datang untuk mencari kesalahan, melainkan untuk memastikan sistem bekerja—agar para tamu Allah dapat menyempurnakan ibadahnya dengan tenang.
⸻
Dialog dan Diplomasi di Sektor 1
Di sektor 1, situasi berbeda. Permasalahan kembali muncul, dari syarikah yang berbeda. Namun, pendekatan yang sama diterapkan. Dengan komunikasi terbuka dan diskusi intens, akhirnya syarikah memberikan jaminan bahwa seluruh jamaah Indonesia akan diberangkatkan tepat waktu.
“Ini bukan hanya soal teknis,” kata Dr. Bunyamin kemudian. “Ini tentang amanah. Kita membawa kepercayaan jutaan keluarga di tanah air.”
⸻
Senja di Arafah: Menjaga Kenyamanan di Puncak Ibadah
Menjelang sore, setelah semua titik dibereskan, Dr. Bunyamin tidak lantas kembali ke posnya. Ia justru menuju Arafah. Di sana, tenda-tenda besar mulai dipenuhi jamaah. Ia menyusuri barisan tenda satu per satu, mengecek kelayakan, mengevaluasi kenyamanan, dan memastikan tidak ada jamaah yang tercecer.
Di tengah deru angin padang Arafah, ia berhenti sejenak. Melihat seorang jamaah lansia duduk tenang dengan Al-Qur’an di tangannya. Di matanya, ada air bening. Mungkin bahagia. Mungkin haru. Atau mungkin keduanya.
Dr. Bunyamin mengangguk. “Inilah tujuan akhir kita. Ini yang harus kita jaga.”
⸻
Haji Adalah Soal Hati
Bagi sebagian orang, haji mungkin sekadar ritual. Tapi bagi Dr. Bunyamin dan timnya, haji adalah urusan hati. Menjaga prosesnya adalah menjaga nilai-nilai kemanusiaan, pelayanan, dan komitmen kepada rakyat.
Sidak hari itu bukan hanya bentuk pengawasan. Itu adalah bentuk cinta, kepada bangsa, kepada umat, dan kepada tugas yang telah diamanahkan.
Dan ketika malam turun di padang Arafah, satu demi satu tenda terisi oleh jamaah Indonesia yang siap menyempurnakan rukun Islam kelima, satu hal telah menjadi pasti:
Tidak ada yang tertinggal.
-
Politics8 bulan ago
Indo Barometer:Isrullah Ahmad -Usman Sadik Pepet Budiman-Akbar,IBAS-Puspa Tak Terkejar
-
2 tahun ago
Informasi Tidak Berimbang,Dewan Pengurus KKS Kairo Mesir Keluarkan Rilis Kronologi Kejadian di Mesir
-
11 bulan ago
Tangis Haru Warnai Pelepasan Status ASN Hj Puspawati Husler”Tetaplah Kuat Kami Bersamamu”
-
1 tahun ago
Pj Gubernur Bahtiar Paparkan Rencana Pembangunan Sulsel di Depan Presiden Jokowi
-
2 tahun ago
Video Menolak Berjabat Tangan Dengan Seorang Warga Viral ,Ketua DPRD Luwu Timur Dinilai Tidak Mencerminkan Diri Sebagai Wakil Rakyat
-
1 tahun ago
IBAS Is Back: Siap Maju di Kontestasi Pilkada Luwu Timur
-
2 tahun ago
Dari Kotamobagu, BMR Anies Bertekat Menangkan Anies Baswedan*
-
1 tahun ago
Duet Birokrat dan Legislatif, NasDem Usung Syahar-Kanaah di Pilkada Sidrap
You must be logged in to post a comment Login