Connect with us

Kementrian Agama RI

Menag Perkenalkan Kurikulum Berbasis Cinta di Forum Lintas Iman Asia

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar memperkenalkan Kurikulum Berbasis Cintasebagai solusi untuk memperkuat pendidikan inklusif, moderasi beragama, dan perlindungan hak-hak minoritas di Asia.

Pesan ini ia sampaikan saat menjadi keynote speaker pada Inter Religious Conference on Freedom of Religion and Rights of Religious Minorities in Asia yang digelar Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama Christian Conference of Asia (CCA) di Auditorium Graha Oikoumene, Jakarta.

Menag mengapresiasi inisiatif PGI dan CCA yang menurutnya menjadi wadah penting untuk memperkuat dialog lintas iman. “Saya ingin mengucapkan penghargaan kepada PGI dan CCA yang menginisiasi dan menyediakan pertemuan penting ini.

Dedikasi Anda untuk dialog, keamanan, dan keadilan merupakan sumber inspirasi, bukan hanya untuk Asia tetapi juga untuk seluruh dunia,” ujar Menag Nasaruddin Umar, Rabu (17/9/2025).

Ia menegaskan bahwa Indonesia kerap dipandang sebagai negara demokrasi dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun, lebih dari itu, Indonesia memiliki keragaman luar biasa dengan lebih dari 17.000 pulau, 1.300 kelompok etnis, dan enam agama yang diakui negara.

BACA JUGA  Sambangi KPK, Menag Bahas Program Antikorupsi di Kemenag

“Diversitas ini adalah keberuntungan sekaligus tantangan terbesar kita. Kesatuan tidak bisa dipaksakan, melainkan harus ditumbuhkan melalui fondasi moral yang lebih dalam daripada politik atau ekonomi. Fondasi itu adalah budaya cinta,” tegasnya.

Menurut Menag, Kurikulum Berbasis Cinta bukan sekadar teori, melainkan praktik sehari-hari yang ditopang oleh empati, belas kasih, dan rasa hormat. “Untuk benar-benar mencintai Tuhan, seharusnya juga mencintai manusia. Perbedaan keyakinan bukan alasan untuk takut, tetapi peluang untuk saling belajar,” jelasnya.

Ia mencontohkan implementasi Kurikulum Berbasis Cinta yang diwujudkan di Masjid Istiqlal, di antaranya pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral Jakarta.

“Bagi saya, Masjid Istiqlal bukan hanya untuk komunitas Muslim, tapi pusat kemanusiaan. Kurikulum ini lebih dari sekadar bangunan fisik, tapi metafora hidup tentang apa yang Indonesia inginkan: kepercayaan tidak saling berlawanan, melainkan bekerja sama; komunitas tidak terpisah, melainkan saling terhubung,” ujarnya.

BACA JUGA  Soal Kampung Haji, Menag Sebut Masuk Tahap Penyusunan Desain

 

Menag juga menyoroti tantangan kebebasan beragama yang masih dihadapi masyarakat Asia. Menurutnya, intoleransi, diskriminasi, dan ketidakadilan masih menyisakan persoalan serius, terutama bagi kelompok minoritas.

Ia menekankan bahwa pendidikan berbasis kasih sayang adalah alat terkuat untuk perubahan. Melalui Kurikulum Berbasis Cinta, generasi muda dididik untuk melihat kemanusiaan dalam diri orang lain, menolak potensi kekerasan, dan tumbuh menjadi warga yang melindungi hak semua orang, termasuk kelompok rentan.

“Melindungi kebebasan beragama bukan hanya kewajiban konstitusional, tetapi juga tugas spiritual. Setiap tindakan toleransi, setiap penghormatan atas hak asasi manusia, adalah refleksi kasih sayang kita kepada Tuhan,” tutur Menag.

Ia berharap pengalaman Indonesia dalam menjaga keragaman dapat menjadi kontribusi penting bagi dunia, sekaligus inspirasi bagi negara-negara lain di Asia.

BACA JUGA  Kemenag dan BPJS Kesehatan Mou Tingkatkan Layanan Kesehatan Jemaah & Petugas Haji

Menutup pidatonya, Menag mengajak seluruh peserta konferensi menjadikan forum ini sebagai titik kerja sama lintas negara dan lintas agama. “Biarkan semangat kasih sayang membimbing kita semua. Biarkan semangat itu membentuk kita dalam melindungi keadilan dan kemanusiaan. Mari jadikan perjumpaan ini sebagai penunjuk harapan untuk dunia,” pungkasnya.

Hadir dalam kegiatan ini Sekretaris Jenderal CCA Mathews George Chunakara, Ketua Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty, para kontingen dari sejumlah negara Asia, serta Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Jeane Marie Tulung. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Nasaruddin Umar: Asesmen Baca Al-Qur’an Jadi Langkah Awal Perbaiki Literasi Keagamaan Nasional

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan bahwa pelaksanaan Asesmen Baca Al-Qur’an menjadi langkah awal atau prolog untuk memperbaiki literasi keagamaan umat Islam di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Menag saat memberikan sambutan pada Ekspos Publik Hasil Asesmen Tuntas Baca Al-Qur’an (TBQ) yang digelar oleh Kementerian Agama, Rabu (17/12/2025), di Ballroom Hotel Sahid Jaya, Jakarta.

Menag menjelaskan bahwa asesmen yang dilakukan saat ini masih bersifat terbatas, karena baru mengambil sampel di Pulau Jawa. Meski demikian, hasilnya sudah memberikan gambaran awal yang perlu segera ditindaklanjuti secara serius.

“Kalau kita ingin mengukur kondisi Indonesia, tentu sampelnya tidak cukup hanya Pulau Jawa. Apalagi Jawa saja baru sekitar 41 persen yang bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Ini harus menjadi perhatian bersama,” ujar Menag.

BACA JUGA  Menag Minta Penyuluh Agama Jadi Duta Perdamaian, Rawat Kerukunan Bangsa

Menag menekankan urgensi penguatan kemampuan baca Al-Qur’an, mengingat kitab suci ini memiliki posisi sentral dalam praktik ibadah umat Islam.

“Dalam Islam, Al-Qur’an itu bukan sekadar kitab, tetapi bacaan. Tidak ada salat tanpa membaca Surah Al-Fatihah. Karena itu, kemampuan membaca Al-Qur’an dengan benar adalah fondasi dasar keberagamaan,” tegas Menag.

Ia menambahkan, wahyu Al-Qur’an diturunkan dengan perintah iqra’ atau membaca, bukan menulis, sehingga penekanan utama pendidikan Al-Qur’an harus berada pada aspek tilawah yang tepat sesuai kaidah.

Dalam kesempatan yang sama, Menag mengapresiasi peran Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta sebagai asesor dalam pelaksanaan asesmen. Menurut Menag, PTIQ memiliki tradisi keilmuan yang ketat dalam menjaga kualitas bacaan Al-Qur’an, termasuk makhraj, tajwid, dan sanad keilmuan.

BACA JUGA  Menag RI Dorong Kader Ulama Kuasai Ilmu Secara Menyeluruh, Bukan Sekedar Ritual

“Tradisi sanad dalam pengajaran Al-Qur’an sangat penting untuk menjaga kualitas dan keberkahan ilmu. Ini yang harus terus kita rawat,” ungkapnya.

Menag menegaskan bahwa hasil asesmen ini bukan untuk menyalahkan pihak tertentu, tetapi menjadi dasar evaluasi dan perbaikan bersama, termasuk peningkatan kompetensi guru agama dan penguatan peran lembaga pendidikan keagamaan.

Usai sambutan, dalam sesi doorstop, Menag menyampaikan bahwa Kementerian Agama akan melanjutkan asesmen dengan cakupan lebih luas dan representatif secara nasional.

“Survei ke depan akan menggunakan sampel Indonesia, bukan hanya Pulau Jawa. Setelah itu, akan kita siapkan langkah-langkah solutif,” jelasnya.

Menag juga menegaskan bahwa upaya meningkatkan kemampuan baca Al-Qur’an adalah tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah daerah.

BACA JUGA  Menag Nasaruddin Umar Buka MTQ Internasional Ke-4, Soroti Peran Al-Qur'an Dalam Pelestarian Lingkungan

“Bagaimana agar seluruh warga Muslim Indonesia bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, itu tanggung jawab kita bersama,” imbuh Menag.

Selain itu, Menag menyoroti pentingnya perhatian dan apresiasi bagi para guru ngaji, khususnya di pedesaan, yang mengajar dengan penuh keikhlasan.

“Guru ngaji di desa sering mengajar tanpa gaji dan hanya mengandalkan keikhlasan. Ke depan, mereka perlu mendapat apresiasi yang lebih layak,” pungkas Menag.

Hadir dalam acara ekspos hasil asesmen antara lain Stafsus Menag Gugun Gumilar, Dirjen Pendis Amien Suyitno, Kepala BMBPSDM Muhammad Ali Ramdhani, jajaran asesor dari PTIQ, serta akademisi dan guru-guru PAI.

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel