Connect with us

PJ Gubernur Sebut Danny Pomanto Role Model Wali Kota di Indonesia

Published

on

Kitasulsel—Makassar—Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin menyebut jika Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto sebagai role model wali kota di Indonesia.

Hal itu disampaikan Pj Bahtiar Baharuddin saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Kota Makassar TA 2024 di Hotel Four Point by Sheraton, Senin (26/2).

Pj Bahtiar Baharuddin menceritakan bukan kali pertama mengenal Danny Pomanto. Sosok wali kota yang selalu masuk dalam deretan penerima penghargaan tingkat nasional.

“Pak Danny Pomanto ini saya bukan baru kenal hari ini, setiap ada penghargaan yang diberikan nasional itu pasti ada Wali Kota Makassar. Ikon Sulsel adalah pak Danny Pomanto, jadi beliau ini role model wali kota di Indonesia,” puji Pj Bahtiar Baharuddin.

Pj Bahtiar Baharuddin juga meminta pemerintah daerah di Sulsel untuk mencontoh Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar yang sudah lebih dulu mendorong penerapan Low Carbon City.

Hal itu sejalan dengan tema Rakorsus Pemkot Makassar 2024 yaitu Low Carbon City dengan Metaverse yang menghadirkan enam pembicara dari lima negara.

“Saya kira Makassar bisa menjadi contoh positif bagi kota-kota di Indonesia dan juga kabupaten/kota di Sulsel yang telah membangun kota ini menjadi kota yang sehat Low Carbon,” tuturnya.

Pj Bahtiar Baharuddin pun mengapresiasi ide dan gagasan Wali Kota Danny Pomanto yang terus mendorong penerapan Low Carbon City.

“Makassar dipimpin Wali Kota Danny Pomanto memiliki gagasan besar dengan ide Low Carbon City dengan Metaverse. Konket beliau sudah melakukan banyak hal hampir beberapa pelayanan publik saya lihat langsung tadibsudah migrasi menggunakan listrik,” tutup Pj Bahtiar.

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Jelaskan Pentingnya Pemimpin Punya Sudut Pandang Menyatukan, bukan Memisahkan

Published

on

Kitasulsel–SUMEDANG Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para kepala daerah untuk mengedepankan pendekatan persatuan dan nilai-nilai agama dalam memimpin dan berkomunikasi dengan masyarakat.

Ajakan tersebut disampaikan Menag saat menjadi pembicara dalam Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Gelombang II yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Kamis (26/6/2025).

Menag menyampaikan, bahwa agama adalah satu komponen penting dalam berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia yang heterogen dan sangat plural. Untuk itu, pemimpin harus memiliki sudut pandang yang menyatukan, bukan memisahkan.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat plural dan heterogen, sehingga kita harus menggunakan pendekatan sentripetal, yaitu pendekatan yang mencari titik tengah di antara banyaknya titik. Jangan menggunakan pendekatan sentrifugal yang cenderung membubarkan semua titik,” jelasnya di Balairung Rudini, Jatinangor.

Menurut Menag, pemimpin yang baik adalah yang bisa berkomunikasi dengan masyarakatnya hingga menyentuh hati mereka. Menag menjelaskan bahwa sebagai pengayom masyarakat, penting untuk menjaga komunikasi yang baik dan juga memikirkan apa yang perlu disampaikan kepada masyarakat dengan bijak.

“Segala sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam akan sampai ke hati yang terdalam juga, jadi sebelum berkomunikasi kepada masyarakat agar melakukan pembatinan”, ungkapnya.

Menag juga menjelaskan bahwa di tengah masyarakat Indonesia yang seluruhnya menggunakan agama sebagai seragam (baju) dalam menjalani hidup, agama bisa menjadi senjata bermata dua yang bisa menguntungkan dan juga merugikan.

“Agama itu seperti Nuklir, jika digunakan dengan baik maka akan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat menghancurkan kehidupan manusia.

Layaknya Nuklir, agama bisa menjadi perantara komunikasi yang baik kepada masyarakat. Sebaliknya, agama juga bisa menjadi hal yang memecah belah umat dan bangsa”, terangnya.

Dalam hal Moderasi Beragama, Menag menegaskan bahwa bukan syari’at agama yang diubah, melainkan cara kita beragama lah yang perlu diubah. “Moderasi Beragama bukan untuk mengubah agama yang tadinya tradisional menjadi modern, melainkan untuk mengubah cara kita beragama, tanpa mengubah teks di kitab suci kita”, tambahnya.

Di akhir pembicaraan, Menag menyampaikan nasihat penting kepada para Kepala Daerah, “Orientasi ini diadakan untuk mencerdaskan intelektual dan juga emosional.

Karena tugas kita selain mencerdaskan intelektual masyarakat, kita juga perlu mencerdaskan emosional nya, sehingga menciptakan lingkungan beragama yang harmonis”. Menurut Menag semua agama mengacu kepada satu tujuan, yaitu kemanusiaan.

Acara ini diikuti oleh 86 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta menghadirkan audiens dari Praja IPDN. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel