Connect with us

Mengubah Pragmatisme Pemilih: Tantangan di Pilkada Serentak

Published

on

Kitasulsel–Makassar Salah satu tantangan terbesar dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia adalah budaya politik uang, di mana praktik ini telah menjadi hal biasa dalam proses pemilihan. Banyak pemilih yang terbiasa menerima

uang atau barang dari calon sebagai imbalan untuk memilih mereka, sebuah praktik yang sering didukung oleh jejaring patron-klien dalam klan politik yang memiliki sumber daya besar untuk mempengaruhi hasil pemilihan.

Tantangan lainnya adalah ketidakpercayaan pada sistem pemerintahan. Ketidakpercayaan terhadap pejabat dan calon pemimpin yang dianggap tidak dapat mengubah keadaan membuat pemilih memilih pendekatan pragmatis, berpikir bahwa menerima uang adalah satu-satunya keuntungan langsung dari pemilihan.

Minimnya literasi politik juga berkontribusi terhadap kurangnya kesadaran tentang dampak jangka panjang dari memilih berdasarkan uang. Tanpa pendidikan politik yang memadai dan akses terbatas terhadap informasi politik yang seimbang dan berkualitas, terutama di pedesaan dan daerah terpencil, banyak pemilih tidak menyadari bahayanya praktik ini.

Selain itu, tekanan sosial dan ekonomi, seperti kemiskinan dan ketergantungan finansial, juga mendorong pemilih untuk mengambil keuntungan langsung yang diberikan oleh kandidat.

Ini diperburuk oleh tekanan dari lingkungan sekitar atau keluarga yang menerima politik uang, yang membuat individu merasa terpaksa atau terintimidasi untuk mengikuti arus ini.

Pengawasan pemilu yang lemah juga menjadi tantangan. Meskipun ada regulasi yang menentang politik uang, penerapannya sering kali lemah atau tidak konsisten, dengan sanksi yang tidak cukup kuat untuk menjadi pencegah yang efektif.

Kurangnya sumber daya dan kapabilitas lembaga pengawas pemilu membuat praktik politik uang sulit dihilangkan, terutama di daerah yang luas dan terpencil.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, beberapa strategi dapat diterapkan. Pertama, kampanye anti-politik uang yang edukatif harus digalakkan, termasuk menggunakan testimoni dari daerah-daerah yang pernah dirugikan oleh pemimpin korup.

Kedua, membangun kepercayaan pada sistem melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas pejabat publik, serta memperkuat lembaga pengawas pemilu. Ketiga, meningkatkan literasi politik melalui pendidikan yang berkelanjutan dan kolaborasi dengan LSM.

Keempat, pemberdayaan ekonomi untuk mengurangi ketergantungan finansial pemilih pada uang politik, dengan memberikan pelatihan dan pendampingan agar masyarakat memiliki keterampilan dan kesempatan ekonomi yang lebih baik.

Melalui pendekatan ini, diharapkan tantangan pragmatisme dan politik uang dapat dikurangi, menjadikan proses Pilkada lebih demokratis dan adil.

Dengan pemilih yang lebih terdidik dan diberdayakan, diharapkan mereka akan memilih berdasarkan visi dan kompetensi kandidat, bukan atas dasar imbalan finansial jangka pendek. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Resmikan Alih Status IAIN Ponorogo Jadi UIN Kiai Ageng Muhammad Besari

Published

on

Kitasulsel–PONOROGO Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo resmi beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Ageng Muhammad Besari. Peresmian perubahan status ini dilakukan Menteri Agama Nasaruddin Umar, sekaligus meresmikan Gedung Pusat Sumber Belajar, Minggu (14/9/2025).

Gedung baru tersebut akan difungsikan sebagai pusat pendidikan sekaligus kantor layanan, mempertegas peran UIN Ponorogo sebagai pusat keilmuan dan pengabdian masyarakat.

Menag berharap dengan status universitas, UIN Ponorogo semakin produktif melahirkan generasi muda yang berakhlak, berilmu, dan berdaya saing global.

“Saya bangga dengan kampus-kampus yang bersih, asri, disiplin, dengan mahasiswa produktif dan sopan, serta dosen-dosen kreatif. InsyaAllah UIN Ponorogo bisa menjadi kampus yang membanggakan,” kata Menag.

 

Lebih lanjut, Menag mengingatkan bahwa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) memiliki peran lebih luas dibandingkan kampus umum. “Kampus UIN harus berbeda. Bukan hanya lembaga akademik, tetapi juga institusi dakwah,” pesan Menag.

“PTKIN tidak cukup hanya melahirkan ilmuwan, tapi juga intelektual dan cendekiawan. Ilmuwan itu tahu, intelektual mengamalkan, dan cendekiawan menghadirkan resonansi kebermanfaatan bagi masyarakat,” sambungnya.

 

Dalam sambutannya, Menag juga menyoroti suasana kampus yang hijau dan asri sebagai salah satu keunggulan UIN Ponorogo. “Kampus ini indah, hijau, dan sejuk. Banyak pepohonan dan hewan di sekitarnya. Suasana seperti ini akan membuat mahasiswa betah belajar,” ujarnya.
​​​​​​​
​​​​​​​Menag menekankan bahwa keasrian kampus harus sejalan dengan kualitas akademik dan karakter mahasiswa. “Prasarananya sudah bagus, tinggal bagaimana kita merawatnya. Yang lebih penting adalah manusianya. Produk yang lahir dari UIN Ponorogo harus hebat dan terkenal, menjadi kebanggaan Ponorogo bahkan Indonesia,” tegasnya.

 

Peresmian ini turut dihadiri Rektor UIN Ponorogo, Bupati Ponorogo, Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kepala Kankemenag Ponorogo, serta para rektor PTKIN dari berbagai daerah. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel