Connect with us

Minim Fasilitas, DLHK Sulsel Kirim Hasil Limbah Medis ke Bogor

Published

on

Kitasulsel–Makassar Pengolahan limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) seperti limbah medis di Sulawesi Selatan (Sulsel) belum maksimal. Bahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel menjadi salah satu pengelola masih minim fasilitas.

Hasil limbah medis berupa abu atau debu dikirim ke Bogor. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel Andi Hasbi saat diwawancara Rakyat Sulsel, Senin (22/7).

Hasbi–sapaan akrabnya menyampaikan, untuk pemanfaatan ulang limbah medis saat ini aturannya masih belum bisa dilakukan.

Sehingga hasil akhir dari pengolahan limbah medis dilakukan dengan cara ditanam dengan fasilitas yang memadai.

“Saat ini limbah medis aturannya tidak boleh digunakan hasil olahan limbah medis, dan hasil pembakarannya itu menjadi abu. Abunya itu, karena disini belum ada penimbunan limbah B3 kita kirim ke Bogor ke Cileungsi,” papar Hasbi.

Ia melanjutkan, saat ini terdapat tiga perusahaan pengolahan limbah B3 itu, satu dibawah naungan pengawasan Pemprov Sulsel, dua lainnya perusahaan dari pihak swasta.

Kendati demikian ketiganya belum memiliki fasilitas untuk menimbun abu/debu pembakaran.

Kata dia, hal itu tentu saja tetap memiliki keuntungan bagi pengelolaan limbah B3 sebab, secara ukuran distribusi limbah B3 sudah lebih baik dari sebelumnya yang bahkan pembakaran juga dilakukan di luar Sulsel.

“Minimalkan sudah menurun dia punya volumenya, misalnya dia 100 persen dalam satu kilo Limbah medis setelah diolah sisa hanya 20 persen dan sudah dalam bentuk debu,” jelasnya.

Hasbi menjelaskan, saat ini biaya yang dikenakan untuk instansi atau lembaga yang ingin mengelola limbah medis itu sebesar Rp13 ribu per kilo.

Itu, sudah termasuk biaya pengolahan di incenerator di Sulsel dan biaya distribusinya ke Bogor.

“Semua operasionalnya sudah ini bisa berjalan tetap, dan fly ash nya juga sudah kita kirim ke jawa,” ungkapnya.

Ia mengatakan, Pemprov Sulsel tidak memberikan kewajiban kepada para rumah sakit dan beberapa fasilitas layanan kesehatan untuk dikelola di Pengolahan yang diorganisir DLHK. Namun kata dia, kewajiban untuk mengelola limbah medis harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan SOP.

“Intinya kan begini, kita tidak mewajibkan atau pun memaksa mereka, intinya mereka harus mengelola dengan baik limbah medisnya melalui incinerator,” tegasnya.

Lebih jauh, kata dia, untuk lokasi incinerator limbah B3 tersebut berlokasi di Kawasan Industri Makassar (KIMA) sebanyak dua unit masing-masing pengelolaan dibawah pengawasan pemprov dan swasta, dan satu berada di Kabupaten Barru.

Ia juga mengatakan, saat ini kapasitas pengolahan limbah B3 di Sulsel sudah sesuai dengan jumlah atau volume sampah perhari, namu kata dia Pemprov Sulsel juga tetapi akan melakukan peningkatan.

Ia membeberkan, saat ini hasil limbah medis di Sulsel keseluruhan itu sekira enam ton dan sudah tertangani. “Mudah-mudahan tahun depan kita juga sudah bisa beroperasi dengan kapasitas yang lebih,” kuncinya. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Resmikan Alih Status IAIN Ponorogo Jadi UIN Kiai Ageng Muhammad Besari

Published

on

Kitasulsel–PONOROGO Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo resmi beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Ageng Muhammad Besari. Peresmian perubahan status ini dilakukan Menteri Agama Nasaruddin Umar, sekaligus meresmikan Gedung Pusat Sumber Belajar, Minggu (14/9/2025).

Gedung baru tersebut akan difungsikan sebagai pusat pendidikan sekaligus kantor layanan, mempertegas peran UIN Ponorogo sebagai pusat keilmuan dan pengabdian masyarakat.

Menag berharap dengan status universitas, UIN Ponorogo semakin produktif melahirkan generasi muda yang berakhlak, berilmu, dan berdaya saing global.

“Saya bangga dengan kampus-kampus yang bersih, asri, disiplin, dengan mahasiswa produktif dan sopan, serta dosen-dosen kreatif. InsyaAllah UIN Ponorogo bisa menjadi kampus yang membanggakan,” kata Menag.

 

Lebih lanjut, Menag mengingatkan bahwa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) memiliki peran lebih luas dibandingkan kampus umum. “Kampus UIN harus berbeda. Bukan hanya lembaga akademik, tetapi juga institusi dakwah,” pesan Menag.

“PTKIN tidak cukup hanya melahirkan ilmuwan, tapi juga intelektual dan cendekiawan. Ilmuwan itu tahu, intelektual mengamalkan, dan cendekiawan menghadirkan resonansi kebermanfaatan bagi masyarakat,” sambungnya.

 

Dalam sambutannya, Menag juga menyoroti suasana kampus yang hijau dan asri sebagai salah satu keunggulan UIN Ponorogo. “Kampus ini indah, hijau, dan sejuk. Banyak pepohonan dan hewan di sekitarnya. Suasana seperti ini akan membuat mahasiswa betah belajar,” ujarnya.
​​​​​​​
​​​​​​​Menag menekankan bahwa keasrian kampus harus sejalan dengan kualitas akademik dan karakter mahasiswa. “Prasarananya sudah bagus, tinggal bagaimana kita merawatnya. Yang lebih penting adalah manusianya. Produk yang lahir dari UIN Ponorogo harus hebat dan terkenal, menjadi kebanggaan Ponorogo bahkan Indonesia,” tegasnya.

 

Peresmian ini turut dihadiri Rektor UIN Ponorogo, Bupati Ponorogo, Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kepala Kankemenag Ponorogo, serta para rektor PTKIN dari berbagai daerah. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel