Connect with us

Ziarah Makam Raja Gowa-Tallo, Rudianto Lallo: Simbol Pemimpin Tanah Makassar

Published

on

Kitasulsel—MAKASSAR – Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo melakukan ziarah di makam-makam Raja Gowa yang berada dalam kompleks pemakaman di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Kamis (25/1/2024).

“Hari ini kami melakukan ziarah makam para orang-orang hebat, yang menjadi simbol kepemimpinan orang Makassar, Kerajaan Gowa-Tallo,” kata Rudianto Lallo yang tercatat sebagai calon legislator untuk DPR RI dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan I, meliputi Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Kabupaten Kepulauan Selayar.

Makam yang dikunjungi adalah makam I Mannungtungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Sultan Malikussaid, Tumenanga ri Papanbatuna, dia adalah raja Gowa ke-15.

Selanjutnya Rudianto Lallo berziarah ke makam Raja Gowa ke 16 yakni I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Baqir karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin, Tumenanga ri Balla Pangkana.

Rudianto Lallo juga melakukan ziarah ke makam I Mangngarangi Daeng Manrabbia, Karaeng Lakiung Sultan Alauddin, Tumenangna ri Gaukanna. Ia adalah raja Gowa ke-14.

Serta makam dari I Mallingkai Daeng Manyonri Karaeng Katangka bergelar Sultan Abdullah Awallul Islam, Tumenanga ri Kalabbiranna. Dia adalah Raja Gowa ke-33 dan sekaligus Raja Tallo ke-6.

Selain itu, Rudianto Lallo juga melakukan ziarah ke makam Pangeran Dipongoro yang terletak di Kompleks Kampung Jawa, tepatnya di Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Kota Makassar.

“Mereka adalah orang-orang hebat yang sejarah mencatat perjuangan untuk agama dan bangsanya. Sejarah mencatat tentang jiwa besar, keilmuan serta jiwa kepemimpinan. Cerita yang tak lekang oleh waktu,” ujar Rudianto Lallo.

Ziarah makam yang dilakukan oleh Rudianto Lallo ini juga didampingi oleh Karaeng Gajang yang merupakan sesepuh adat di Sulawesi Selatan. (***)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Jelaskan Pentingnya Pemimpin Punya Sudut Pandang Menyatukan, bukan Memisahkan

Published

on

Kitasulsel–SUMEDANG Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para kepala daerah untuk mengedepankan pendekatan persatuan dan nilai-nilai agama dalam memimpin dan berkomunikasi dengan masyarakat.

Ajakan tersebut disampaikan Menag saat menjadi pembicara dalam Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Gelombang II yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Kamis (26/6/2025).

Menag menyampaikan, bahwa agama adalah satu komponen penting dalam berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia yang heterogen dan sangat plural. Untuk itu, pemimpin harus memiliki sudut pandang yang menyatukan, bukan memisahkan.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat plural dan heterogen, sehingga kita harus menggunakan pendekatan sentripetal, yaitu pendekatan yang mencari titik tengah di antara banyaknya titik. Jangan menggunakan pendekatan sentrifugal yang cenderung membubarkan semua titik,” jelasnya di Balairung Rudini, Jatinangor.

Menurut Menag, pemimpin yang baik adalah yang bisa berkomunikasi dengan masyarakatnya hingga menyentuh hati mereka. Menag menjelaskan bahwa sebagai pengayom masyarakat, penting untuk menjaga komunikasi yang baik dan juga memikirkan apa yang perlu disampaikan kepada masyarakat dengan bijak.

“Segala sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam akan sampai ke hati yang terdalam juga, jadi sebelum berkomunikasi kepada masyarakat agar melakukan pembatinan”, ungkapnya.

Menag juga menjelaskan bahwa di tengah masyarakat Indonesia yang seluruhnya menggunakan agama sebagai seragam (baju) dalam menjalani hidup, agama bisa menjadi senjata bermata dua yang bisa menguntungkan dan juga merugikan.

“Agama itu seperti Nuklir, jika digunakan dengan baik maka akan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat menghancurkan kehidupan manusia.

Layaknya Nuklir, agama bisa menjadi perantara komunikasi yang baik kepada masyarakat. Sebaliknya, agama juga bisa menjadi hal yang memecah belah umat dan bangsa”, terangnya.

Dalam hal Moderasi Beragama, Menag menegaskan bahwa bukan syari’at agama yang diubah, melainkan cara kita beragama lah yang perlu diubah. “Moderasi Beragama bukan untuk mengubah agama yang tadinya tradisional menjadi modern, melainkan untuk mengubah cara kita beragama, tanpa mengubah teks di kitab suci kita”, tambahnya.

Di akhir pembicaraan, Menag menyampaikan nasihat penting kepada para Kepala Daerah, “Orientasi ini diadakan untuk mencerdaskan intelektual dan juga emosional.

Karena tugas kita selain mencerdaskan intelektual masyarakat, kita juga perlu mencerdaskan emosional nya, sehingga menciptakan lingkungan beragama yang harmonis”. Menurut Menag semua agama mengacu kepada satu tujuan, yaitu kemanusiaan.

Acara ini diikuti oleh 86 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta menghadirkan audiens dari Praja IPDN. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel