Connect with us

Budi Hastuti Sosialisasi Perda Tentang Penataan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

Published

on

Kitasulsel—Makassar—Anggota DPRD Kota Makassar, Budi Hastuti menggelar Sosialisasi Penyebarluasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, di Hotel Royal Bay, Jl Sultan Hasanuddin, Selasa (6/2/2024).

Melalui sosialisasi perda ini, Legislator dari Fraksi Gerindra ini mengajak warga untuk merawat Ruang Terbuka Hijau atau RTH yang ada di Makassar. Sebab, punya manfaat besar.

“RTH itu seperti taman yang banyak pohon. Pohon itu sangat berguna bagi kita karena menghasilkan oksigen,” ungkapnya.

Juga, kata Budi–sapaan akrabnya ini, mengingatkan agar RTH publik juga tidak disalahgunakan. Begitu juga dengan mengotori.

“Jangan buang sampah sembarangan di RTH, mari kita jaga bersama biar kita bisa juga nongkrong nyaman,” tambah Anggota Komisi B Bidang Keuangan dan Perekonomian DPRD Makassar ini.

Narasumber sosialisasi, Lurah Baeng-Baeng, Nugroho Adi Putera juga menekankan soal pengertian RTH. Di mana menjadi ruang untuk melakukan berbagai aktivitas.

“Ada banyak RTH, ada RTH Publik seperti taman macan, ada juga private seperti halaman rumah. Itu yang harus kita jaga,” katanya.

Senada dengan Budi, ia juga berharap RTH yang ada di Makassar bisa dirawat dengan baik. “Mari kita jaga, jangan merusak. Apalagi merusak pohonnya,” lanjutnya.

Begitu pula yang disampaikan narasumber lainnya, Babra Kamal. Ia menegaskan ada banyak fungsi dari RTH yang mesti dipahami.

Dengan begitu, kata dia, masyarakat bisa menjaga RTH dengan baik. “Kita perlu mempertahankan fungsi ekologisnya, sepertinya sebagai paru-paru dunia, karena pohon menghasilkan oksigen untuk kita,” tukasnya. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Jelaskan Pentingnya Pemimpin Punya Sudut Pandang Menyatukan, bukan Memisahkan

Published

on

Kitasulsel–SUMEDANG Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para kepala daerah untuk mengedepankan pendekatan persatuan dan nilai-nilai agama dalam memimpin dan berkomunikasi dengan masyarakat.

Ajakan tersebut disampaikan Menag saat menjadi pembicara dalam Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Gelombang II yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Kamis (26/6/2025).

Menag menyampaikan, bahwa agama adalah satu komponen penting dalam berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia yang heterogen dan sangat plural. Untuk itu, pemimpin harus memiliki sudut pandang yang menyatukan, bukan memisahkan.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat plural dan heterogen, sehingga kita harus menggunakan pendekatan sentripetal, yaitu pendekatan yang mencari titik tengah di antara banyaknya titik. Jangan menggunakan pendekatan sentrifugal yang cenderung membubarkan semua titik,” jelasnya di Balairung Rudini, Jatinangor.

Menurut Menag, pemimpin yang baik adalah yang bisa berkomunikasi dengan masyarakatnya hingga menyentuh hati mereka. Menag menjelaskan bahwa sebagai pengayom masyarakat, penting untuk menjaga komunikasi yang baik dan juga memikirkan apa yang perlu disampaikan kepada masyarakat dengan bijak.

“Segala sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam akan sampai ke hati yang terdalam juga, jadi sebelum berkomunikasi kepada masyarakat agar melakukan pembatinan”, ungkapnya.

Menag juga menjelaskan bahwa di tengah masyarakat Indonesia yang seluruhnya menggunakan agama sebagai seragam (baju) dalam menjalani hidup, agama bisa menjadi senjata bermata dua yang bisa menguntungkan dan juga merugikan.

“Agama itu seperti Nuklir, jika digunakan dengan baik maka akan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat menghancurkan kehidupan manusia.

Layaknya Nuklir, agama bisa menjadi perantara komunikasi yang baik kepada masyarakat. Sebaliknya, agama juga bisa menjadi hal yang memecah belah umat dan bangsa”, terangnya.

Dalam hal Moderasi Beragama, Menag menegaskan bahwa bukan syari’at agama yang diubah, melainkan cara kita beragama lah yang perlu diubah. “Moderasi Beragama bukan untuk mengubah agama yang tadinya tradisional menjadi modern, melainkan untuk mengubah cara kita beragama, tanpa mengubah teks di kitab suci kita”, tambahnya.

Di akhir pembicaraan, Menag menyampaikan nasihat penting kepada para Kepala Daerah, “Orientasi ini diadakan untuk mencerdaskan intelektual dan juga emosional.

Karena tugas kita selain mencerdaskan intelektual masyarakat, kita juga perlu mencerdaskan emosional nya, sehingga menciptakan lingkungan beragama yang harmonis”. Menurut Menag semua agama mengacu kepada satu tujuan, yaitu kemanusiaan.

Acara ini diikuti oleh 86 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta menghadirkan audiens dari Praja IPDN. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel