Connect with us

Kementrian Agama RI

Bertemu Grand Mufti dan Dubes Ukraina, Menag Bahas Kerja sama Pendidikan dan Pertukaran Imam

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini menerima Grand Mufti dan Dubes Ukraina di gedung pertemuan Masjid Istiqlal, Jakarta. Pertemuan ini membicarakan kerja sama pendidikan dan pertukaran imam masjid antara Kemenag dan Ukraina.

Tampak hadir, Dubes Ukraina, Vasyl Hamianin, Pemimpin gerakan nasional Tatar Krimea di Ukraina dan di seluruh dunia, Refat Abdurahman Oglu Chubarov (Refat Chubarov), dan Ayder Chubarov, serta Ambassador Syria, Abdulmonen Annan.

“Kami, pemerintah Indonesia dalam hal ini, Kementerian Agama dan Istiqlal kedatangan tamu yang mulia dari Ukraina. Kerja sama kedua negara sesungguhnya sudah terjalin lama.

Kita akan terus menguatkan kerja sama ini, khususnya terkait pendidikan dan pertukaran ulama,” kata Menag Nasaruddin Umar, Jakarta, Jum’at (20/12/2024).

BACA JUGA  Pesan Menag tentang Urgensi Pencatatan Nikah: Jangan Terbawa Budaya Barat

“Kerja sama selama ini sudah baik, dan akan kita perkuat seperti scholarship, seminar, dan akan diperkuaat juga dengan dialog dalam membangun kerukunan umat antarnegara,” sambung Menag.

Menag Nasaruddin Umar juga menyampaikan bahwa Bangsa Indonesia dengan kultur budaya yang beragam bisa menjadi contoh untuk dunia dalam membangun kehidupan keagamaan dan kerukuman umat. Itu semua tidak terlepas dari pembangunan pendidikan yang semakin membaik dari tahun ke tahun.

“Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kampus khususnya di Indonesia, tidak lepas dari jejaring kerja sama internasional antar perguruan tinggi. Dan ini akan kita terus tingkatkan terlebih dengan pemerintah Ukraina,” kata Menag Nasaruddin Umar.

BACA JUGA  Di Forum Global, Menag Ajak Gali Ajaran Agama untuk Jaga Lingkungan

Dubes Ukraina, Refat Chubarov menyampaikan terima kasih atas sambutan Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal.

“Kami merasa bangga atas pertemuan ini, banyak hal yang bisa dikerjasamakan dengan Bapak Menteri, di Kementerian Agama dan Masjid Istiqlal,” kata Refat Chubarov.

Dubes Ukraina, Refat Chubarov menjelaskan bahwa selama ini kerja sama Indonesia dan Ukraina berjalan baik dan lancar. Beberapa kali, kedua pihak melakukan kerja sama pendidikan.

“Ke depan, pemerintah Ukraina sangat setuju untuk kerja sama pertukaran imam, pertukaran mahasiwa dan membangun kehidupan yang toleran sebagaimana yang disampaikan Pak Menteri Agama,” kata Refat Chubarov. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Ingatkan Bahaya Nasionalisme Eksklusif, Bisa Lahirkan Segregasi

Published

on

Kirasulsel–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan bahaya nasionslisme eksklusif yang bisa melahirkan perpecahan. Sebaliknya nasionalisme inklusif menjadi fondasi utama dalam merawat keberagaman bangsa, terutama di tengah ketegangan geopolitik global yang kian kompleks.

Hal itu disampaikan Menag pada acara Dialog Nasional Ormas Islam dan OKP Islam bertema “Menjaga Harmoni dan Memperkuat Wawasan Kebangsaan” yang digelar Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di Auditorium HM. Rasjidi, Kemenag RI, Jakarta, Rabu, (30/7/2025).

Nasionalisme yang terbuka, bukan eksklusif, menurut Menag, menjadi kekuatan khas Indonesia dalam menjaga harmoni antarumat beragama. “Nasionalisme yang eksklusif hanya akan melahirkan segregasi. Kita butuh nasionalisme inklusif yang mampu mengintegrasikan keberagaman tanpa menegasikan identitas agama, budaya, maupun etnis,” ujar Menag.

Ia menjelaskan, nasionalisme inklusif yang diusung Indonesia berbeda dengan nasionalisme berbasis etnis atau agama tertentu seperti yang berkembang di beberapa negara lain. Nasionalisme Indonesia berdiri di atas semangat Pancasila yang mengakomodasi seluruh elemen masyarakat tanpa diskriminasi.

BACA JUGA  Imam Besar Masjid Istiqlal dan Mufti Kroasia Bincang Kerja sama Keagamaan

“Islam bukan dari Indonesia, Hindu bukan dari Indonesia, Kristen pun bukan. Tapi semua bisa tumbuh dalam konteks kebudayaan Indonesia. Di sinilah pentingnya proses indonesianisasi ajaran, bukan arabisasi, bukan indiaisasi, bukan westernisasi,” tegasnya.

Menurutnya, tantangan geopolitik global saat ini justru menguji ketangguhan nilai-nilai kebangsaan. Ketika banyak negara mengalami fragmentasi identitas, Indonesia berhasil mempertahankan keutuhan berkat fondasi keberagaman yang dijaga melalui pendekatan inklusif dan moderat.

Ia mencontohkan bagaimana perempuan di Indonesia memiliki akses dan peran publik yang lebih luas dibanding negara-negara di kawasan Timur Tengah.

“Pasar-pasar tradisional kita, penjual dan pembelinya banyak perempuan. Masjid kita pun bisa diisi bersama. Ini tidak bisa dipaksakan dengan pendekatan tekstual yang kaku, tapi harus kontekstual,” katanya.

Dalam konteks keislaman, Imam Besar Masjid Istiqlal itu juga menekankan bahwa Indonesia dikenal dunia sebagai model Islam moderat yang damai, toleran, dan mampu berdialog dengan demokrasi. Ini menjadi kekuatan tersendiri di tengah meningkatnya ekstremisme global.

BACA JUGA  Menag akan Buka Darul Ifta untuk Perkuat Ketahanan Keluarga

“Islam Indonesia bukan Islam pinggiran. Justru kita menjadi cahaya baru dari Timur yang berhasil mempertemukan iman, kebudayaan, dan kemanusiaan,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya kesadaran geopolitik dan geostrategis dalam menjaga keberlangsungan negara. Menurutnya, geopolitik tidak boleh dilepaskan dari geodemografi dan geobudaya.

Indonesia memiliki keuntungan geografis dan pluralitas budaya yang harus dikelola dengan visi kebangsaan yang kuat.

“Negara kita adalah negara dengan UUD yang jarang diubah. Ini menunjukkan kestabilan. Tapi di sisi lain, kita harus terus memperkuat nilai-nilai bersama agar tidak mudah terpecah,” katanya.

Nasionalisme inklusif, lanjutnya, bukan hanya tugas negara, tetapi juga tanggung jawab umat. Agama harus menjadi energi positif untuk merawat persatuan, bukan alat politik identitas yang memecah belah.

Kementerian Agama, kata Menag, berkomitmen untuk terus mendorong penguatan moderasi beragama sebagai agenda nasional.

BACA JUGA  Di Forum Global, Menag Ajak Gali Ajaran Agama untuk Jaga Lingkungan

Hal ini dilakukan melalui berbagai program kolaboratif dengan ormas, lembaga pendidikan, dan komunitas lintas iman. Dialog ormas Islam ini, tambahnya, menjadi ruang strategis untuk mempertemukan gagasan dan membangun sinergi antar-elemen umat Islam dalam merespons dinamika kebangsaan.

“Tema dan kegiatan ini sangat bagus, serta menjadi momen kita duduk bersama, bersinergi dan berkolaborasi. Ormas Islam adalah mitra strategis Kemenag, tidak hanya menjadi penjaga moral, tapi juga pelopor solusi,” tandasnya.

Kegiatan itu turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang diwakili oleh Asisten Deputi Kesatuan Bangsa Cecep Agus Supriyanta, Wakil Menteri Agama Romo H. R Syafi’i, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi, Guru Besar UIN Jakarta Gun Gun Heryanto, Staf Khusus Menteri Agama Faried F Saenong, serta Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi dan Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel