Connect with us

Kementrian Agama RI

Sambangi RS PMI dan RSUD Bogor, Menag Jenguk Korban Bangunan Majelis Taklim yang Ambruk

Published

on

Kitasulsel–BOGOR Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini menyambangi Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bogor. Menag menjenguk jemaah yang dirawat akibat bangunan majelis taklim Ashobiyyah roboh.

Majelis Taklim Ashobiyyah terletak di Desa Sukamakmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bangunan ini baru selesai dibangun sekitar sebulan lalu. Bagian bawah digunakan untuk musalla, sementara bagian atas untuk majelis taklim.

Bangunan ini ambruk sekitar pukul 09.30 WIB, saat digunakan jemaah untuk mengikuti pengajian. Tiang bangunan hancur sehingga bangunan majelis taklim yang di atas roboh dan hancur.

“Saya tadi menjenguk kurban luka yang dirawat di RS PMI dan RSUD Bogor. Saya sampaikan rasa empati atas peristiwa yang mereka alami. Kita doakan semoga jemaah yang luka dan sakit segera sembuh dan pulih,” terang Menag di Bogor, Minggu (7/9/2025).

BACA JUGA  Indonesia dan Uzbekistan Perkuat Kerja Sama Keagamaan dan Pendidikan

Ikut mendampingi, Staf Khusus Menteri Agama Ismail Cawidu dan Gugun Gumilar, Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Thobib Al Asyhar, serta Kepala Kemenag Kab Bogor Syukri. Saat Menag menjenguk, ada 21 orang yang dirawat di PMI Bogor dan 38 jemaah yang dirawat di RSUD Kota Bogor.

“Ada jemaah yang wafat. Kita doakan semoga semua husnul khatimah dan wafat dalam keadaan syahid. Mereka wafat saat mengaji dan memperingati Maulid, mengobati kerinduan mereka pada Rasulullah. Kita doakan semoga kelak mendapat syafaat dari Rasulullah saw,” harap Menag.

Dalam kesempatan itu, Menag juga menyampaikan bantuan sebesar Rp100 juta untuk membangun musalla dan bantuan 50juta untuk membangun kembali majelis taklim yang roboh.

BACA JUGA  Menag RI Apresiasi Inovasi AI TalentDNA Untuk Penghulu: Langkah Konkret Tekan Perceraian

“Kita sampaikan bantuan untuk pembangunan. Semoga bisa dibangun kembali musallah dan majelis taklimnya untuk dimanfaatkan bagi aktivitas ibadah masyarakat,” tutur Menag.

“Saya mendengar info nantinya para korban juga akan mendapat santunan dari Baznas,” sambungnya.

Terkait biaya perawatan korban di rumah sakit, Menag mendapat informasi dari Kepala Kankemenag Bogor bahwa itu akan ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Dr Bunyamin M Yapid: Ikhlas, Ilmu, dan Jalan Kesejahteraan Guru

Published

on

Kitasulsel—Jakarta—Kadang, satu potongan kalimat bisa melahirkan ribut panjang. Kata yang terpisah dari konteksnya bisa terdengar dingin, bahkan menimbulkan salah paham. Itulah yang terjadi ketika beredar video singkat pernyataan Menteri Agama RI, Anregurutta Prof. Nasaruddin Umar, yang menimbulkan kesan seakan-akan beliau berkata: “jika ingin sejahtera, jangan jadi guru.”

Padahal, bila kita menyimak utuh, pesan yang beliau sampaikan justru sangat berbeda: sebuah kepedulian mendalam tentang bagaimana agar para guru bisa hidup layak dan sejahtera.

Ketua Yayasan Pondok Pesantren As’adiya Pusat, Dr. Bunyamin Yapid, mencoba meluruskan pandangan ini dengan suara yang jernih. Beliau mengingatkan bahwa Prof. Nasaruddin tidak pernah lepas dari semangat membela para guru. Di forum-forum resmi, bahkan di rapat paripurna DPR RI, beliau berulang kali menyuarakan bagaimana negara harus lebih sungguh-sungguh memperhatikan nasib guru, termasuk guru madrasah yang selama ini banyak berjuang di bawah yayasan. Perlahan, ikhtiar itu mulai menemukan jawabannya. Ada kebijakan baru, ada ruang perhatian yang terbuka, dan ada harapan bagi masa depan guru.

BACA JUGA  HUT DWP Kemenag, Menteri Agama Cerita Istri Fir’aun dan Nabi Nuh

Namun, Dr. Bunyamin juga mengajak kita untuk tidak melupakan ruh yang lebih mendalam. Bahwa hakikat seorang guru adalah niatnya yang mulia: mencerdaskan kehidupan bangsa. Seorang guru berdiri di depan kelas bukan semata karena gaji, melainkan karena amanah. Karena ada panggilan jiwa untuk menyalakan pelita ilmu di hati murid-muridnya.

Apakah itu berarti seorang guru harus pasrah hidup dalam kesederhanaan? Tidak. Sejarah Islam memberi kita teladan. Imam Malik dan Imam Abu Hanifa adalah ulama besar, guru bagi ribuan murid, sekaligus orang yang berkecukupan. Mereka kaya bukan dari hasil mengajar, melainkan dari usaha yang mereka tekuni. Boleh jadi keberhasilan usaha itu datang karena keberkahan: karena hati yang ikhlas dalam mengajar, karena niat yang lurus dalam mendidik.

BACA JUGA  Indonesia dan Uzbekistan Perkuat Kerja Sama Keagamaan dan Pendidikan

Maka, menjadi guru tidaklah menutup pintu rezeki. Justru, rezeki bisa datang dari arah yang tak disangka-sangka, apalagi bila ia mengajar dengan tulus. Tetapi pada saat yang sama, negara pun punya kewajiban. Sebab, bagaimana mungkin seorang guru bisa fokus menanamkan ilmu bila ia masih cemas dengan kebutuhan hidup yang tidak tercukupi? Karena itu, perjuangan untuk menyejahterakan guru harus berjalan beriringan: ikhlas dari guru, perhatian dari negara.

Inilah yang sering disuarakan Prof. Nasaruddin Umar: agar negara memperlakukan guru madrasah di bawah yayasan dengan keadilan yang sama sebagaimana guru di sekolah negeri. Sebab keduanya sama-sama mengemban misi mulia, hanya berbeda dalam naungan.

Akhirnya, kita belajar dari riuh wacana ini bahwa pesan yang sejati sebenarnya sederhana:
Ikhlaslah dalam mengajar, sebab ikhlas membuat ilmu bercahaya. Dan negara, dengan kewajibannya, harus memastikan bahwa guru yang mulia itu juga hidup sejahtera.

BACA JUGA  Menag dan KPAI Bahas Langkah Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual

Guru adalah cahaya bagi murid, pintu berkah bagi masyarakat, dan tiang penyangga peradaban. Semoga cahaya itu terus menyala, bukan hanya oleh keikhlasan hati, tetapi juga oleh hadirnya keadilan dan perhatian negara.

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel