Connect with us

Politics

Survei LSI Denny JA, Eletabilitas SEHATI Terus Naik, Toto : Trend Menggambarkan Potensi Menang

Published

on

Kitasulsel—MAKASSAR- Kendati masih memimpin elektabilitas dengan 34,6%, paslon nomor urut 1, Munafri Arifudin – Aliyah Mustika Ilham (MULIA) terancam disalip paslon nomor urut 2, Andi Seto Asapa – Rezki Mulfiati Lutfi (SEHATI). Trend elektabilitas pasangan ini terus naik dari 21,0% pada September lalu menjadi 29,5% pada November 2024.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, saat memaparkan hasil temuan survei mereka atas Pilwakot Makassar 2024. “Dari pengalaman melakukan ratusan kali survei, calon yang punya trend naik, biasanya akan terus menaik dan selalu menjadi ancaman serius buat calon yang trend nya stagnan, apalagi turun.,” kata Toto, dalam siaran pers, Rabu (20/11/2024).

Survei atas empat pasangan calon di Pilwalkot Makassae 2024 ini dilakukan dari tanggal 10 – 16 November 2024. Menggunakan metodologi standar Multi Stage Random Sampling melalui wawancara tatap muka kepada 800 responden terpilih dengan margin of error 3,5%.

BACA JUGA  Usung Seto-Rezki, Gerindra-NasDem Ingin Ulang Kemenangan di Pilwalkot Makassar

Menurut Toto, hanya Andi Seto Asapa- Rezki Mulfiati yang punya trend naik signifikan. Apalagi, jika dilihat dari trend elektabilitas personal Andi Seto, yang pada April hanya 1,6%, naik ke 20,5% pada September, dan sekarang naik lagi ke 28,0% pada November 2024.
“Ini trend yang menggambarkan potensi seorang kandidat untuk menang. Dan sebaliknya, jika trend nya menurun, harus waspada karena ada kecendrungan untuk terus turun. Ini bahaya dan sangat rawan disalip oleh kandidat yang punya trend naik,” katanya.
Toto menyebut contoh elektabilitas personal Munafri (Appi) yang sebelumnya cukup unggul jauh dengan 47,0% pada September, sekarang turun ke 34,0% pada November 2024. Dan dari pengalaman selama ini, calon yang elektabilitasnya turun, cukup berat untuk rebound.

BACA JUGA  Elektabilitas 44,75 Persen, Appi Unggul di Survei Terbaru CRC

Sementara dua paslon lainnya, Indira Yusuf Ismail – Ilham Ari Fauzi (INIMI) 20.4%, dan Amri Rasyid – Rahman Bando (AMAN) 1,9%. Kedua paslon ini, khususnya INIMI, tetap punya peluang untuk bisa menyalip paslon di atasnya, meskipun harus dengan kerja sangat ekstra.
Salah satu faktor yang membuat elektabilitas paslon MULIA mengungguli tiga paslon lain, kata Toto, karena secara personal, Munafri Arifudin sudah punya bekal tingkat pengenalan yang cukup ideal, yaitu 93,5%. Dari yang mengenal Munafi, sebanyak 88,2% mengaku suka.
Posisi yang hampir sama, lanjut Toto, terjadi pada Andi Seto Asapa. Meski sebagai pendatang baru, aneka atribut ruang publik dan program yang cukup masif membuat tingkat pengenalan Andi Seto tembus ke 90,9%. Dan dari yang mengenalnya, sebanyak 80,3% mengaku suka

BACA JUGA  Kunjungi Tiga Pulau Kecil di Makassar, Seto-Rezki Janji Hadirkan Energi Listrik Tenaga Surya

“Inilah yang sering saya sebut dengan hukum besi untuk menang. Siapapun yang ingin menang, harus memenuhi hukum besi pengenalan dan kesukaan yang tinggi. Karena semakin kecil pengenalannya, kecil juga peluang untuk dipilihnya. Begitu juga sebaliknya,” papar Toto.
Meski begitu, Toto mengingatkan, peluang menang masih terbuka untuk, setidaknya tiga paslon diluar AMAN. Kenapa? Karena masih ada sekitar 33,8 % pemilih yang berkategori soft supporters. Yaitu, mereka yang sudah punya pilihan tapi masih bisa berubah dengan yang belum punya pilihan sama sekali.

Toto juga mengingatkan, ada sekitar 46,4% publik yang menganggap money politic itu wajar. Ini biasanya gambaran prilaku pemilih yang menjadikan pemberian uang sebagai alasan memilih. Dan pada praktiknya, angka seperti itu bisa lebih tinggi lagi, pada saat uangnya sudah di depan mata.

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Politics

Workshop Nasional, Taufan Pawe Paparkan Rekomendasi Publik Hadapi Revisi Undang-undang Pemilu

Published

on

Kitasulsel–MAKASSAR Sebuah workshop publik nasional bertajuk “Menuju Pemilu yang Adil dan Representatif” sukses diselenggarakan di Ballroom Hotel Unhas, Selasa (29/7/2025).

Acara ini bertujuan untuk menjaring masukan publik bagi revisi regulasi kepemiluan di Indonesia, dihadiri oleh sejumlah akademisi terkemuka dan pemangku kepentingan.

Workshop ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor Unhas, Prof. Farida Patittingi, menandakan dukungan penuh dari lingkungan akademik terhadap inisiatif penting ini.

Diskusi mendalam dalam acara ini menghadirkan penanggap dari berbagai latar belakang, termasuk Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar, Taufan Pawe, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, dan Perencana Madya Bappenas Republik Indonesia, Maharani.

Sesi pembahasan juga diperkaya oleh paparan dari Dekan FISIP Unhas serta dua narasumber ahli, Prof. Muhammad dan Endang Sari, keduanya dosen politik dari FISIP Unhas.

Dalam paparannya, Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe, menyoroti pentingnya kesiapan Komisi II dan pemerintah dalam menghadapi Pilkada Serentak.

Ia menekankan pentingnya meminimalisir potensi permasalahan yang mungkin timbul selama proses penyelenggaraan Pilkada. Ia juga secara lugas menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggapnya sangat gamblang dalam pelaksanaannya, namun juga mengungkap beberapa kelemahan dalam Pilkada Serentak 2024.

BACA JUGA  Pasangan Seto – Kiki Resmi Mendaftar ke KPU

“Kami berharap, dengan putusan MK, kita buka semuanya sebelum masuk dalam sistem kepemiluan ke depannya.”

Pawe juga menyoroti kasus-kasus pelanggaran, termasuk penggunaan ijazah palsu, yang menurutnya seharusnya tidak hanya dilihat dari syarat formalnya saja, melainkan juga harus ada verifikasi ijazah materil dan penelusuran yang lebih komprehensif.

“Penyelenggara harus berintegritas dan harus dibuat batasan tersendiri terkait keluasan dokumen. Kami mencoba merumuskan kewenangan penyelenggara untuk menentukan bukti tersebut,” tambahnya.

Kajian Akademik dan Usulan Perbaikan Sistem Pemilu

Diskusi dalam workshop ini tidak hanya berfokus pada evaluasi, tetapi juga pada perumusan solusi konkret. Beberapa poin penting yang mengemuka dari kajian akademik dan masukan publik meliputi:

Pertama, Perluasan Pemilihan: Diperlukan pembahasan mengenai perluasan skala pemilihan, termasuk untuk pemilihan presiden.

BACA JUGA  Ada 23.868 Jiwa Penambahan Pemilih di Sulsel Jelang Pilkada Serentak

Kedua,kolaborasi Lintas Lembaga: Pentingnya duduk bersama antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif untuk menyelaraskan arah revisi regulasi.

Ketiga, Kodifikasi UU Pemilu melalui Omnibus Law: Usulan untuk menyatukan berbagai regulasi kepemiluan dalam satu omnibus law yang komprehensif dan partisipatif.

Keempat, Revisi Adil, Demokratis, dan Inklusif: Penekanan pada prinsip keadilan, demokrasi, dan inklusivitas dalam setiap revisi regulasi.

Kelima, Evaluasi Sistem Pemilu dan Uji Coba Sistem Campuran: Mengkaji ulang sistem pemilu yang ada dan mempertimbangkan uji coba sistem campuran untuk mencari model terbaik.

Keenam, Rancangan Kalender Pemilu Nasional dan Daerah yang Realistis: Menyusun jadwal pemilu yang lebih terencana dan realistis, baik untuk tingkat nasional maupun daerah.

Ketujuh, Pembangunan Kapasitas Lembaga Penyelenggara dan Literasi Publik Digital: Meningkatkan kapabilitas KPU dan Bawaslu, serta memperkuat literasi digital masyarakat terkait pemilu.

Kedelapan Masukan Publik dan Akademisi Penting untuk Legitimasi: Menegaskan bahwa partisipasi publik dan sumbangsih pemikiran dari akademisi sangat krusial untuk membangun legitimasi proses dan hasil pemilu.

BACA JUGA  Usung Seto-Rezki, Gerindra-NasDem Ingin Ulang Kemenangan di Pilwalkot Makassar

Taufan Pawe menyatakan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari workshop ini sejalan dengan semangat Komisi II DPR RI.

“Kami akan sharing semua yang pada hakikatnya apa yang ada dalam rekomendasi tersebut menurut kami sama dengan apa yang lagi semangat kami di Komisi II,” ujarnya.

Meskipun mengakui adanya pro dan kontra terkait keserentakan pemilu (berdasarkan putusan MK nomor 55 dan 135), Pawe menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

“Tidak ada pilihan lain, kita harus mengikuti apa yang menjadi keputusan MK. Ini simbol kenegaraan kita, MK itu lembaga negara yang punya kewenangan dan kapasitas,” pungkasnya, menegaskan pentingnya efisiensi dalam setiap pelaksanaan pemilu ke depannya.

Workshop ini diharapkan menjadi pijakan penting bagi penyusunan regulasi kepemiluan yang lebih baik, adil, dan representatif di masa mendatang, dengan mengedepankan integritas penyelenggara dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.(*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel